Jumat, 14 Maret 2014

Teman Tejati


'''''''''''teman sejati''''''''

apakah anda sahabatku ?
anda memang sahabatku hari ini.
tapi.... entah untuk esok .
sebab
mungkin kita akan memiliki kepentingan masing-masing
aku dan anda harus berjuang mati-matian 
anda adalah musuhku....
aku harus mendapatkannya....
anda harus kalah.
akulah pemenangnya
a...ku... a..da....lah..... pemenangnya....!
anda.... adalah musuhku....!

Menilai tanpa menghakimi


Menilai tanpa menghakimi
Implementasi sikap dalam tahun Pastural GKPS
( Oleh : St. Jonner Damanik, M.Pd.K – GKPS Resort Sinasih)

Sepanjang perjalanan kehidupan manusia tidak terlepas dari apa yang disebut menilai. Penilaian ini dapat dilakukan dalam berbagai bentuk dan cara dan  dapat terjadi dimana saja di semua tempat dan waktu yang tidak terbatas. Karena melekatnya penilaian ini sampai-sampai isi kantong seseorangpun kita nilai. He.he.he.
Nah ! yang menjadi perenungan buat kita, apakah dalam proses penilaian yang kita lakukan tanpa menghakimi ? jika kita cermati dalam kehidupan masyarakat secara luas, maka kita akan menemukan bahwa proses penilaian yang kita lakukan nyaris tidak ditemukan penilaian tanpa menghakimi.  Artinya, ketika kita mengadakan penilaian, maka secara langsung diikuti oleh sikap yang menghakimi. Sikap menghakimi selalu muncul ketika kita melakukan penilaian terhadap sikap ataupun perbuatan seseorang. Contohnya, jika seseorang berbeda pendapat ataupun prinsip dengan kita, maka kita menilai bahwa dia tidak berada dipihak kita dan yang kemudian menghakimi dia menjadi orang yang bersalah, penghambat ide, dan pada akhirnya menjadi musuh yang harus disingkirkan. Dan saya sendiri ragu-ragu bahwa apakah tulisan ini juga akan lebih cenderung menghakimi bukan menilai.
Menilai bukanlah sesuatu yang tabu, sebab penilaian adalah merupakan bagian dari evaluasi yang kita lakukan terhadap berbagai pekerjaan dan keadaan. Penilaian ini bukan hanya ditujukan terhadap orang lain atau sesuatu diluar diri, akan tetapi penilaian juga sangat perlu dilakukan terhadap diri sendiri. Dengan mengadakan penilaian, maka kita dapat melakukan langkah-langkah perbaikan dan atau pengembangan kearah yang lebih baik. Lain halnya dengan menghakimi. (Matius  7 : 1 "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi.) Tuhan Yesus tidak mengijinkan sesorang menghakimi siapapun juga. Bahkan terhadap rambut kitapun, penghakiman tidak boleh dilakukan. Tuhan Yesus mengenal betul kadaan dan kelemahan dari sikap yang menghakimi. Menghakimi lebih cendrung memandang orang yang selalu bersalah dari kita sendiri. Sikap menghakimi sulit mengenal kelebihan  dan kebebasan seseorang.  Sikap menghakimi juga sangat sulit untuk mengenal dan mengakui kekurangan serta  kelemahan diri sendiri.  Sikap yang menghakimi melihat selumbah di mata orang lain tetapi balok di matanya tidak kelihatan.
Mengapa kita lebih cendrung bersikap menghakimi dari pada memberikan penilaian terhadap sesuatu dengan sehat ? Biasanya sikap menghakimi ini muncul akibat dari dorongan untuk menutupi kelemahan dan kesalahanya sendiri, sehingga dia langsung memberikan semacam vonis tertentu. Dia takut, dengan menerima atau mempertimbangkan prinsip dan alasan seseorang maka nantinya kelemahan dia terbongkar. Maka dengan serta-merta dia berusaha membenarkan tindakannya dan bersembunyi dibalik sikap penghakiman yang ia jalankan. Sikap menghakimi cenderung menentukan batas terakhir dari segala sikap dan perbuatan seseorang (vonis)
Kita memang sangat sulit untuk menarima larangan untuk sikap menghakimi. Kita tentu tidak mengerti apa yang akan terjadi disebuah Negara jika penghakiman tidak ada. Tidak mungkin kehidupan bermasyarakat akan teratur jika lembaga untuk menghakimi seautu perkara tidak ada. Namun kita jangan lupa pula, penghakiman tidak akan dilakukan jikalau belum melihat secara cermat persoalan secara adil dan bijaksana.
Apakah perbedaan menilai dan menghakimi ? Menurut Terry D. Cooper perbedaan menilai dan menghakimi dapat digambarkan dalam table berikut ini :
Penilaian yang sehat
Sikap yang menghakimi
Ada Perhatian : penilaian sehat melibatkan perhatian kepada orang lain.
Sikap menghakimi tidak memperhatikan orang lain.
Kepercayaan : Penilaian yang sehat menolak untuk tidak mempercayai motif orang lain kecuali ada bukti yang kuat.
Sikap menghakimi menganggap mengetahui motif orang lain tanpa bukti yang masuk akal
Toleransi : Penilaian yang sehat melibatkan konsep moral dan agama dengan mereka yang berbeda dengannya.
Sikap menghakimi berkeras untuk berpegang teguh pada konsep moral dan agama tanpa sikap menghargai dan toleransi pada mereka yang berbeda.
Tingkah laku vs orang : Penilaian yang sehat meminta pengutukan dari tingkah laku yang menyakitkan atau ide yang tidak benar
Sikap yang menghakimi mengecam orang yang melekat pada ide yang tidak benar atau tingkah laku yang merusak.
Terbuka : Penilaian yang sehat mengenali masalah-masalah yang tidak terselesaikan dengan sudut pandangnya sendiri. Penilaian ini dilakukan setelah mempelajari bahwa seseorang dapat mempunyai pendirian tanpa memiliki kepastian sehingga dapat terbuka pada perspektif orang lain.
Sikap yang menghakimi menolak untuk mengenali masalah atau keterbatasan dengan sudut pandangnya sendiri. Ia berkeras pada kepastian absolute.
Waktu : Penilaian yang sehat merupakan proses logika dari mengevaluasi bukti dan mengambil keputusan yang telah dipikirkan dengan baik.
Sikap menghakimi adalah berlogika emosional, yang membuat keputusan seketika berdasarkan bukti palsu.
Tidak takut :  Penilaian yang sehat adalah hasil yang dilakukan dari pemikiran hati-hati, reflektif dan tanda dari pikiran yang tidak takut untuk memutuskan.
Sikap menghakimi adalah hasil dari pemikiran ceroboh, tidak reflektif, dan tanda dari pikiran yang khawatir untuk berpikir analis.
            Berkenaan dengan tahun pastural di GKPS, maka sikap menghakimi sebaiknya kita singkirkan jauh-jauh dari kehidupan kita, khususnya bagi para parhorjani kuria. Tentu dalam menggembalakan warga jemaat banyak persoalan yang dihadapi, baik dari kurangnya minat para warga gereja untuk berkebaktian, sampai kepada pelanggaran aturan dan peraturan ang berlaku di GKPS. Dalam hal ini, tentu kita perlu mengambil langkah yang lebih bijak dari hasil evaluasi kita untuk membina dan mengarahkan iman warga jemaat kepada Kristus. Tentu berbagai kondisi dan situasi yang memaksa para warga jemaat berbuat seolah-olah menurut cermat kita mereka melakukan suatu kesalahan. Jangan menghakimi mereka dan jangan pula menghakimi diri kita. Marilah kita memberikan penilaian yang sehat penuh dengan kasih terhadap sesuatu yang kita anggap melenceng dari kepatutan dan jangan pula kita lupa melakukan penilaian juga terhadap diri kita sendiri. Penlaian penuh dengan perhatian yang empati, percaya bahwa mereka bukanlah memiliki motif yang buruk, ada sikap yang toleran, membenci kelakuaan yang buruk bukan orangnya, terbuka untuk menyelesaikan secara bersama-sama bukan menyelesikan secara sudut pandangnya sendiri. Ada proses dan tidak terburu-buru tapi tidak membiarkan, tidak takut untuk memutuskan dan tidak takut jika kelemahannya sendiri ikut terkoreksi. Semoga !